This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 26 Mei 2013

Gambar Sulam Usus

Contoh Kain Satin
Contoh Kebaya Sulam Usus
Contoh Taplak Meja dan Sarung Bantal Sulam Usus

Contoh Peci Sulam Usus


Cara Perawatan Sulam Usus

-    Pisahkan dengan jenis pakaian lain
-    Rendam sulam usus dengan sedikit detergen atau pelembut pakaian
-    Diamkan selama 15 menit
-    Peras sulam usus dengan lembut agar tidak  merusak sulaman
-    Jemur selama beberapa jam hingga setengah kering
-    Setrika busana sulam usus dengan suhu sedang (agar hasilnya baik, lapisi dulu dengan kain jadi setrika tidak langsung menempel pada busana tersebut dan menghindari suhu panas yang berlebihan sehingga bisa merusak busana)
-    Lipat atau gantung busana sulam usus sesuai selera anda

Sejarah sulam usus

Pada awalnya, sulam usus adalah bagian dari seperangkat pakaian adat pengantin wanita dari daerah Lampung. Sulam usus pada awalnya berfungsi sebagai penutup bagian dada (bebe) di atas balutan kain tapis. Selanjutnya, sulam usus dikreasikan sebagai baju, kebaya, atau gaun dan dengan bawahan kain dapat membuat pakaian kita menjadi serasi.

Sulam Usus adalah sulaman yang indah berbahan baku kain satin berbentuk usus ayam dengan motif yang khas.
Sulam Usus dirajut dengan benang emas dan adapula yang  disertai  dengan kaca dan uang  logam kuno.
Sulam Usus merupakan salah satu contoh warisan nenek moyang.
Sulam Usus banyak diminati oleh masyarakat di daerah-daerah lokal maupun mancanegara.
Sulam Usus memiliki nilai jual yang tinggi.
Sulam Usus banyak dipasarkan di daerah-daerah dalam negeri seperti ; Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Sedangkan pemasaran ke luar negeri mencakup negara ; Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Di dalam negeri nilai penjualan sulam usus sangat tinggi. Sulam usus dihargai dari Rp.70.000; hingga Rp.500.000; per buah.
Dan tergantung dengan motifnya. Semakin sulit motifnya, maka akan semakin mahal harganya.
Namun pada saat ini, kerajinan sulam usus sudah semakin sedikit yang menggeluti. Hal ini disebabkan oleh pengerjaannya yang rumit dan membutuhkan kesabaran tinggi dalam proses pengerjaannya.
Contohnya saja : untuk membuat sebuah kebaya diperlukan waktu ± satu pekan pengrajutan.

Sulam usus saat ini banyak dikemas dalam berbagai bentuk.
Sulam usus banyak dipasarkan dalam bentuk:
baju kebaya, taplak meja, sarung bantal kursi, kopiah, maupun peci.

Isi dan arti siger

SIGER
1. Warna Siger : Kuning emas
2. Arti Siger : Mahkota perlambang adat budaya dan dan tingkat kehidupan terhormat.
3. Kandungan Bentuk :
a. Banyaknya gerigi lancip berlekuk 9, sebagai lambing Sembilan sungai yang mengalir di Daerah Lampung, yaitu:
1) Way Semangka
2) Way Sekampung
3) Way Seputih
4) Way Pangubuan
5) Way Abung Sarem
6) Way Sungkai
7) Way Kanan (Umpu Besai)
8) Way Tulang Bawang
9) Way Mesuji
b. Di dalam bidang siger terdapat Bunga Melur (melati 4 buah, tiap bunga mempunyai 4 daun bunga yang berkelopak 5).
4. Dengan pengertian sebagai berikut:
a. Kuntum Bunga : yaitu 4 paksi asal Sekala Berak yang terdiri dari kekuasaan paksi:
1) Umpu Perenong
2) Umpu Belenguh
3) Umpu Bejalan di way
4) Umpu Nyerupa
5. Kelompok Daun Bunga:
Setelah berkembang dan tersebarnya masyarakat di seluruh Daerah Lampung, maka terbinalah 5 Daerah Keratuan yang masing-masing dipimpin oleh:
a. Ratu Dipuncak
b. Ratu Pemanggilan
c. Ratu Dipunggung
d. Ratu Dibalau
e. Ratu Darah Putih
6. Daun Bunga Skala yang terdapat pada puncak lengkungan siger atas dimana ujungnya mengenai tiang paying. Bunga Skala itu menjulang dari 4 daun kembangnya (dari bawah) yang mengandung pengertian sebagai berikut:
Menjulang dari 4 daun bunga:
Semua jurai yang berasal dari Sekala Berak yang dilambangkan oleh paksi pak mempunyai filsafat hidup Piil Pesenggiri. Bunga Sekala berdaun lima bahwa filsafat Piil Pesenggiri itu bertemali 5 alam pikiran sebagai berikut:
a. Piil Pesenggiri
Piil artinya berjiwa besar
Pesenggiri artinya menghargai diri
b. Juluk Adek
Juluk artinya gelar sebelum kawin
Adek artinya gelar setelah kawin
c. Nemui Nyimah
Nemui artinya terbuka hati menerima tamu
Nyimah artinya member dengan ikhlas
d. Nengah Nyappur
Nengah artinya suka berkenalan
Nyappur artinya pandai bergaul
e. Sakai Sambaian
Sakai artinya suka tolong menolong
Sambaian artinya bergotong royong

Sejarah Siger

Siger, atau dalam bahasa Lampung saibatin adalah Sigokh, memang sangat identik dengan Lampung, ini bukan tanpa alasan. Dalam suku Lampung siger merupakan suatu benda yang sangat penting, baik yang beradat Saibatin maupun yang beradat Pepadun. Siger merupakan mahkota keagungan dalam adat budaya Lampung dan tingkat kehidupan terhormat suku Lampung. Biasanya, Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya. 
Kini siger bukan hanya digunakan sebagai mahkota pada acara adat Suku Lampung, namun juga telah menjadi icon berupa hiasan dan lambang kebanggaan Provinsi Lampung, ini dapat dilihat seperti di kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di dekat pelabuhan Bakauheni telah dibangun sebuah menara berbentuk siger dengan nama Menara Siger, di kabupaten-kabupaten lain pun banyak menggunakan siger sebagai hiasan pada tugu-tugu dan kantor-kantor pemerintahan dan perusahaan. Kemudian bebarapa tahun ini di kota Bandar Lampung, setiap bangunan seperti toko,ruko,pusat perbelanjaan dan setiap bangunan yang berada di jalan kota Bandar Lampung telah diwajibkan menggunakan hiasan siger diatas pintu masuk atau diatas (atap) pada bangunannya.
Sang Bumi Rua Jurai adalah semboyan provinsi Lampung, dengan pengertian : “Di tanah (suku) Lampung terdapat satu kesatuan dari dua adat yang berbeda, yaitu Lampung Pesisir dengan adat Saibatin dan Lampung Abung dengan adat Pepadun”. Namun ketika kita memperhatikan bentuk siger dari masing-masing dari keduanya ternyata ada perbedaan antara Siger Saibatin dan Siger Pepadun. Hal  yang paling mencolok yaitu lekuk pada Siger, untuk yang beradat Saibatin siger yang digunakan memiliki lekuk berjumlah tujuh (Sigokh/Siger Lekuk Pitu) sedangkan untuk yang beradat pepadun menggunakan siger dengan lekuk berjumlah Sembilan (Siger Lekuk Siwo/Siwa). Untuk itu dalam kesempatan ini saya coba menuliskan hasil dari analisis saya yang diharapkan mampu  mencari titik temu dari perbedaan diantara keduanya:
                                                                                                                               
                                                                                      
Siger Saibatin

Seperti yang dilihat pada gambar diatas bahwa siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya. 

Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangan mirip dengan Rumah Gadang kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, provinsi Sumatra Barat, (lihat gambar dibawah). karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya islam di daerah lampung pada masa kerajaan di tanah sekala bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara adat saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan. 


  Siger Pepadun
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip dengan buah sekala.
Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan), Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Bila diperhatikan lagi yang menjadikan berbeda antara siger pepadun dan siger saibatin adalah pada lekukan yang berada ditengah, pada siger pepadun ada tambahan dua kelopak sekala sehingga jumlahnya menjadi Sembilan, dan hiasan buah sekala yang bertingkat.
  
          
Siger Tuha (Tua)
Ini adalah Siger tua, merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme-hindu-budha. Ini masih dapat dijumpai karena masih ada yang menyimpannya khususnya pada kesultanan paksi pak sekala bekhak. Pada zaman dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang boleh menggunakan hanya keturunan saibatin (bangsawan) saja atau sama dengan mahkota pada raja-raja saja. pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala.

Cara menjaga kelestarian kain tapis

 
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga, melindungi, dan mengembangkan Kain Tapis, di antaranya adalah mematenkan hak cipta, sosialisasi Kain Tapis, dan eksplorasi nilai ekonomis Kain Tapis :
Pertama, mematenkan hak cipta Kain Tapis. Kelalaian mematenkan hak cipta Kain Tapis tidak saja dapat menghilangkan hak ekonomi yang melekat pada kain, tetapi juga hilangnya kebanggaan masyarakat karena diklaim oleh pihak lain. Seringkali kita sangat bangga dengan banyaknya warisan budaya yang kita miliki, tetapi terkadang hak ekonominya tidak kita miliki sehingga warisan budaya tersebut tidak bisa digunakan untuk menopang kesejahteraan pemilik warisan budaya tersebut.
Kedua, Sosialisasi Kain Tapis. Ketika tulisan ini dibuat, cukup sulit untuk mencari referensi tentang Kain Tapis. Dari beberapa referensi yang penulis dapatkan, hampir semua isinya sama. Minimnya referensi tentang Kain Tapis ternyata juga pararel dengan minimnya orang-orang Lampung, khususnya generasi mudanya, yang mengetahui kain ini. Beberapa orang Lampung yang penulis hubungi misalnya, hanya mengetahui bahwa Kain Tapis adalah kain tradisional Lampung. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan dan berbahaya terhadap kelangsungan eksistensi Kain Tapis. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan sosialisasi, khususnya kepada siswa-siswa sekolah. Misalnya dengan menjadikan  Kain Tapis sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal. Melalui cara ini, para siswa tidak hanya mengetahui bentuk formal (fisik) Kain Tapis, tetapi juga nilai-nilai yang dikandungnya.
Ketiga, agar masyarakat mempunyai ketertarikan untuk melestarikan dan mengembangkan Kain Tapis, maka keberadaan Kain Tapis harus memberikan manfaat bagi peningkatan kesehjateraan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah dan lembaga terkait harus bekerjasama untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan dalam bidang produksi, permodalan, distribusi, dan pemasaran.

Jumat, 24 Mei 2013

Nilai-nilai dalam kain tapis


Nilai-nilai yang ada dalam kain tapis
Kain Tapis merupakan salah satu bentuk pencapaian peradaban Lampung. Di dalam kain ini, tersimpan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Lampung. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah nilai sakral, stratifikasi sosial, sejarah, pemahaman terhadap alam, kreativitas, inklusivitas, dan nilai ekonomis.
Pertama, nilai sakral. Kain Tapis biasanya dipakai dalam setiap upacara adat dan keagamaan, dan merupakan perangkat adat yang serupa pusaka keluarga. Kain ini bagi masyarakat Lampung merupakan simbol kesucian. Kain ini diyakini dapat melindungi pemakainya dari segala macam kotoran luar. Sebagai simbol kesucian, maka proses pembuatan Kain Tapis dilakukan secara cermat dan melalui tahapan-tahapan yang cukup rumit.  Nilai-nilai sakral ini juga dapat dilihat pada bentuk motifnya yang mengandung makna-makna simbolis-filosofis, seperti motif pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia, dan adanya aturan-aturan kapan dan pada acara apa kain ini digunakan.
Kedua, stratifikasi sosial. Kain ini juga berfungsi sebagai penanda status sosial seseorang. Artinya, dengan melihat Kain Tapis yang digunakan, maka kita akan mengetahui status sosial orang tersebut. Misalnya dalam upacara pengambilan gelar adat ada orang yang menggunakaan Tapis Tuho, maka orang tersebut dipastikan mempunyai status sosial yang tinggi. Menurut aturan adat, yang berhak menggunakan Tapis Tuho adalah isteri dari orang yang sedang mengambil gelar sultan, orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sultan, dan atau istri sultan yang menghadiri upacara pengambilan gelar kerabat dekatnya.
Ketiga, nilai sejarah dan pemahaman terhadap alam. Dengan melihat motif Kain Tapis, maka kita akan mengetahui sejarah perkembangan masyarakat Lampung, dan sekaligus mengetahui kondisi alam di mana masyarakat Lampung hidup. Alam bagi para pengrajin Tapis merupakan sumber inspirasi bagi penciptaan motif-motif. Misalnya penggunaan beragam jenis transportasi laut telah memberi ide penggunaan motif hias berupa aneka macam bentuk kapal. Dengan melihat motif-motif kapal tersebut, maka kita akan mengetahui bahwa sejak zaman dahulu masyarakat Lampung telah mengenal beragam bentuk dan konstruksi kapal.
Keempat, nilai kreativitas dan inklusivitas. Ragam hias dan motif pada Kain Tapis merupakan bukti dari kreativitas masyarakat Lampung. Mereka menghayati alam dan ”melukiskannya” dalam kain. Selain itu, Kain Tapis juga merupakan manifestasi dari akulturasi antara antara unsur-unsur hias kebudayaan tempatan (lama) dengan unsur-unsur hias kebudayaan lain (baru). Terjadinya akulturasi ini merupakan sifat kebudayaan Lampung yang inklusif. Para pendahulu orang Lampung mengajarkan kepada kita agar tidak merubah khazanah kebudayaan sendiri dan merubahnya dengan kebudayaan orang lain, tetapi menjadikan kebudayaan lain sebagai sumber inspirasi untuk memperkaya kebudayaan sendiri. 
Kelima, nilai ekonomi. Dalam paradigma ekonomi kreatif, maka kreativitas mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hal inilah yang nampaknya mulai disadari oleh masyarakat Lampung. Dengan kreativitas dan inovasi, misalnya menciptakan Kain Tapis yang sesuai kebutuhan pasar, maka Kain Tapis dapat menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat Lampung. Sebagai sumber ekonomi, maka Kain Tapis tidak hanya memberikan kebanggaan secara budaya (imateriil) kepada masyarakat, tetapi juga yang bersifat ekonomi (materiil). Namun pengembangan nilai ekonomis Kain Tapis harus dilakukan secara hati-hati dan cermat agar Kain Tapis tidak tercerabut dari akar lokalitasnya.  




Proses Pembuatan 3

Proses Pembuatan Kain Tapis
Kain Tapis biasanya dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) ketika waktu senggang. Pembuatan kain ini bertujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Saat ini, pembuatan Kain Tapis dibuat oleh penenenun profesional di rumah-rumah produksi tenun, dan digunakan untuk memenuhi permintaan pasar (http://www.visitLampung2009.com).
Tahap paling awal pembuatan Kain Tapis adalah pemintalan kapas (khambak) menjadi benang katun, dan pemintalan kepompong ulat sutera menjadi benang emas. Kemudian benang-benang tersebut diawetkan dengan cara direndam dalam air yang dicampur dengan akar serai wangi. Setelah proses pengawetan selesai, tahap selanjutnya adalah proses pewarnaan benang dengan menggunakan bahan-bahan alami. Untuk mendapatkan benang berwarna coklat misalnya, benang katun direndam dalam air yang dicampur dengan serbuk kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian. Setelah warna benang sesuai dengan warna yang diinginkan, maka benang direndam dalam air yang dicampur daun sirih. Perendaman ini bertujuan agar warna benang tidak mudah luntur.
Setelah benang yang dibutuhkan siap, maka tahap selanjutnya adalah merajut benang menjadi kain. Setelah kain terbentuk, maka tahapan selanjutnya adalah membuat motif-motif, seperti motif alam, flora, dan fauna, dengan menggunakan benang-benang berwarna. Selanjutnya motif tersebut disulam (sistim cucuk) dengan benang emas dan benang perak. Setelah disulan dengan benang emas dan perak, maka selembar Kain Tapis sudah selesai dibuat.

Proses menyulam Kain Tapis
Saat ini, bahan-bahan untuk membuat Kain Tapis telah banyak tersedia di pasaran. Oleh karena itu para pengrajin Kain Tapis tidak perlu lagi melakukan pemintalan dan pewarnaan benang sendiri. Demikian juga dengan pembuatan Kain Tapis, jika pada awalnya oleh kaum ibu dan para gadis diwaktu senggang, maka saat ini dilakukan oleh penenun profesional di rumah-rumah produksi tenun.
Untuk membuat Kain Tapis Inuh misalnya, seorang penenun membutuhkan tiga hingga empat benang yang telah diberi warna, yakni kuning, hitam, hijau, dan merah. Warna-warna benang tersebut harus dibuat redup (tidak cerah) agar mirip dengan warna asli Kain Tapis Inuh tempo dulu. Benang yang telah diwarnai tersebut kemudian ditenun secara kasar, lalu diberi motif sablon untuk memandu tenunan. Tenunan kasar itu lantas diurai hingga hanya meninggalkan motif yang diinginkan. Selanjutnya, benang yang diberi warna disisipkan membentuk motif warna. Setelah itu, kain hasil tenunan dipres dengan mesin agar halus dan ikatan tenunannya kuat. Selanjutnya disulam dengan sistim cucuk dengan menggunakan benang emas dan perak. Penyulaman merupakan proses terakhir pembuatan Kain Tapis (http://www.korantempo.com).